Nonton Film: Penyalin Cahaya

by - Januari 16, 2022

 

Sumber: twitter

Sejak kemunculan poster project ini di twitter sudah langsung tertarik untuk menonton filmya. Auto masuk watchlist. Terlebih lagi Penyalin Cahaya menyabet gelar 12 Penghargaan di Festival Film Indonesia 2021. Pertama kali film ini tayang di Busan International Film Festival. Menambah daya tarik untuk menonton kisahnya.

Penyalin Cahaya resmi tayang di Netflix tanggal 13 Januari 2022. Dengan diterpa kabar mengejutkan publik beberapa hari sebelum tayang di Netflix. Penulis skenarionya diduga terlibat kasus pelecehan seksual. Oh gosh! Padahal film ini bercerita tentang korban pelecahan seksual. Ironis.

Oke mari membahas filmnya. Spoiler alert!

Suryani akrab dipanggil Sur, baru saja merayakan kemenangan teater Matahari. Kemudian dihadapkan pada masalah akan kelanjutan beasiswanya. Bermula dari didapati adanya unggahan foto selfienya sedang mabuk di media sosial. Ia terancam kehilangan beasiswa. Dan benar saja pihak pemberi beasiswa memutuskan menghentikan beasiswa untuknya. Sur berusaha mencari tahu siapa yang mengerjai dirinya. Sebab dirinya merasa tidak pernah melakukan selfie foto tersebut apalagi menggunggahnya. 

Awal hingga pertengahan film kita akan dibawa mengikuti usaha Sur mencari pelaku. Sur yakin betul bahwa dia dikerjai salah satu teman di teater. Hingga ia berusaha mencuri data dari ponsel teman-temannya. Karena dia diusir dari rumah, Sur menginap di tempat Amin, teman masa kecilnya yang bekerja di kedai photocopy. Dari tempat itulah Sur bergerak dalam diam dan mendapatkan fakta mengejutkan.

Kesanku menonton film ini: emosi! Ada yang cukup mengganggu yaitu adegan fogging dan suara pemberitahuan fogging. Awalnya sih, masih biasa saja. Di akhir cerita, sumpah, itu membuat muak.

Gimana nggak emosi, ternyata kecurigaan Sur jika dia dikerjai tidak seremeh itu. Dia dihadapkan oleh fakta bahwa ada yang mengambil foto punggung dirinya secara diam-diam. Dan parahnya foto itu dianggap sebagai milkyway dan dijadikan sebagai instalasi untuk pertunjukan teater. GILA!

Yang membuat gregetan adalah pelakunya dekat dengan Sur. Petunjuk ke pelaku ada di dekat Sur, tepatnya ada di teman dekat Sur. Dan ketika Sur mencoba mencari bantuan penyidikan ke kode etik, bukannya mendapat perlindungan justru datanya bocor. Ada yang menyebarkannya diam-diam.

Ketika Sur mencoba memberikan pembelaan dihadapan dosen, bapaknya Sur tidak mempercainya, dan si pelaku dengan kata-katanya berlagak menjadi orang yang tertuduh. Muak banget dengan semua kata-kata si pelaku. Belum lagi malah dia meminta Sur untuk membuat permohonan maaf. Permohonan maaf itu direkam oleh bapak Sur sendiri dan disaksikan anggota teater, termasuk si pelaku, dan dosen. Emosi banget. Bisa-bisanya korban malah disuruh minta maaf. Edan!

Dan saat itu, untungnya ibu Sur masih percaya kebenaran cerita Sur. Adegan ini mengharukan. Dengan mengamankan Sur ke rumah teman ibu Sur, bisa dibilang itu rumah aman. Kemudian datang Farah dan Tariq yang juga mengalami hal serupa dengan Sur. Saat mereka berhasil mendapatkan bukti, si pelaku yang memiliki dominasi kekuasaan ini menyabotase mereka. Dengan adegan fogging yang tiba-tiba (pas ini muak banget dengar fogging dan seruan informasinya; menutup, menguras, mengubur) lalu muncul si pelaku yang sok jadi titisan dan segala ucapan memuakan. Adegan itu cukup mengganggu dan membuat emosi naik.

Di akhir cerita, mereka yang hanya punya bukti tanpa dukungan yang berarti, mencoba dengan cara mereka sendiri mengabarkan pada dunia yang sunyi, memanggil yang masih memiliki nurani.

Oke. Aku kecewa dengan Amin, dia teman Sur, tapi dari awal Sur mencari informasi dan petunjuk justru dia terkesan diam. Nggak bereaksi tanggap untuk membantu Sur. Dan parahnya petunjuk penting ada di dia. Gimana Sur nggak shock dan kecewa. 

Dari film ini kita dikasih tahu bahwa, kekerasan seksual, pelecehan seksual, nggak selalu dengan kontak fisik untuk memuaskan hasrat pelaku. Pelaku di sini mengeksploitasi tubuh orang lain demi kepuasan batinnya akan kesenian. Nggak juga karena korban berpakaian tidak pantas, Sur pakai kebaya dengan dalaman manset. Foto atau video tubuh orang lain yang diambil dengan sengaja tanpa izin itu termasuk pelecehan seksual. 

Kita juga dikasih lihat gimana korban dipaksa kalah atas dominasi pelaku; memilih mengubur ceritanya, karena tidak ada yang percaya; ada yang memilih diam saja, karena tidak mau kehilangan sosok yang dianggap sebagai keluarga. Bahkan tidak mendapatkan perlindungan yang seharusnya. Dipaksa bersikap normal, seperti tidak ada yang terjadi. 

Selain kisah Sur, gejolak batin Tariq di sini patut untuk dicermati. Barangkali pun kita sering seperti dia. Mendapat tekanan, menyimpan sendirian, bersandiwara semua baik-baik saja, nyatanya rapuh di dalam. Dan orang-orang di sekitarnya yang sudah dianggap keluarga dan menganggap diri mereka keluarga, nggak benar-benar memahami.

Salut dengan karakter Sur yang digambarkan sebagai perempuan berani, kuat, tangguh dengan kepedihannya. Meski kurang memperlihatkan sisi ketakutan dan traumatisnya. Tidak banyak yang seperti Sur di luar film. Masih banyak yang ragu-ragu dan takut untuk berbicara mengungkap fakta. 

Akhirnya kata, miris dan ironis, ketika faktanya film apik ini, skenarionya ditulis oleh pelaku pelecehan seksual. Kok bisa?


You May Also Like

0 komentar