Baca Buku: Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam

by - Januari 12, 2022


Label TRIGGER WARNING! dan 17+ yang melekat pada sampul novel "Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam" memang layak untuk dicermati. Sebab kisah di dalamnya akan membuatmu menjerit, menangis, merasakan perih, ngilu, dan mual.

Novel karya Mbak Dian Purnomo ini sudah sering kali lewat di litbase. Banyak kawan-kawan yang mengulas dan merekomendasikan novel ini. Awalnya aku kurang paham novel ini tentang apa. Malah aku pikir awalnya ini bukan novel, tetapi buku sajak dengan bahasa sastra. Itu karena aku hanya melihat sepintas dari sampulnya yang terkesan goresan-goresan abstrak.

Akhirnya, tiga hari yang lalu aku menamatkan novel ini. Kesanku saat membacanya: mual. Sumpah! Mungkin sekitar 7-8 bab di awal kisahnya mengaduk emosi dan perut seketika. Jadi, peringatan pada sampulnya itu memang betul peringatan. Bagi yang sekiranya tidak kuat, berhati-hatilah, atau memilih tidak membacanya utuh.

Apa yang diceritakan dalam novel ini?

Magi Diela, seorang perempuan muda yang meraih gelar sarjana pertanian dari salah satu kampus di Jawa, harus menelan kenyataan (sangat-sangat-sangat) pahit. Magi menjadi korban yappa mawine atau disebut kawin tangkap, sehari menjelang puncak Wulla Poddu. Dia diculik, ditangkap, untuk dikawini. Tidak pernah terlintas dalam bayangan Magi bahwa ia menjadi korban kawin tangkap. Tidak pernah ada lelaki yang punya urusan dengannya, tidak juga ada lelaki yang pernah melamarnya lalu ditolak, tidak ada.

Magi Diela tidak mau menyerah pada nasib. Tetapi mengetahui kenyataan dirinya, harga dirinya sudah ternodai, kehilangan keperawanan, hati Magi tercabik-cabik. Ia merasa kotor. Lebih baik mati daripada harus menikah dengan lelaki bejat yang tidak ia cintai. Magi melakukan hal nekat. Bunuh diri. Jika dalam bayanganmu Magi menggunakan senjata tajam atau benda tajam lainnya untuk melukai dirinya, itu salah. Magi menggigit pergelangan tangan kirinya, tepat di nadi sampai berlumuran darah. Sudah macam drakula memang Magi ini.

Apakah usaha bunuh diri Magi berhasil?

Tidak. Pertolongan datang tepat waktu. Magi gagal bunuh diri. Tetapi luka di pergelangan tangannya menjadi bukti bahwa ini tidak akan diam saja. Magi berusaha melawan walau dayanya lemah. Walaupun dunia, terutama keluarganya, berpaling tidak berada di pihaknya. Magi akan tetap berjuang melepaskan diri dari belenggu pernikahan yang tidak dia inginkan.

Apa itu Yappa Mawine?

Terdengar asing memang di telinga. Yappa Mawine secara harfiah berarti culik perempuan di adat Sumba. Orang juga menyebut dengan piti rambang atau kawin tangkap.

Sebenarnya yappa mawine tidak bisa sembarang dilakukan. Sudah harus ada perbincangan atau kesepakatan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Sehingga tidak asal culik tangkap untuk dikawini. Kawin tangkap ini menjadi salah satu upaya untuk menyingkat urusan adat agar tidak memakan biaya serta waktu yang lama. 

Lalu bagaimana perjuangan Magi?

Magi berusaha keras untuk bisa bebas dari jerat perkawinan yang tidak dia inginkan. Dia telah mendapatkan bantuan dari sebuah LSM di Kupang yang akan membantunya pergi. Magi melakukan sandiwara seolah-olah dia mau dinikahkan dengan Leba Ali, lelaki yang menculiknya. Hingga akhirnya dia kabur ke tempat yang asing, jauh dari keluarga. Meskipun harus menerima kenyataan dianggap melanggar adat, mencoreng nama keluarga, dan tidak ada lagi yang melamarnya. Magi Diela tidak menyerah.

Perjuangan Magi untuk bertahan tidak mudah. Dia didera rindu kepada keluarganya, di satu sisi juga kecewa. Mengapa ayahnya masih saja menjunjung adat saat anaknya sendiri terluka? Magi harus menjalani hari-harinya yang kadang terbangun karena mimpi buruk kejadian saat dia diculik. Trauma terus membayangi Magi. Setiap kali harus menceritakan kejadian penculikan, rasanya seperti membuka luka yang menganga bagi Magi. Perih. Sakit yang sama, tidak berkurang.

Ada saat di mana Magi harus mengalah. Pulang. Dia rindu keluarga dan tanah kampungnya. Mimpinya memang membangun kampungnya agar maju berbekal ilmu sarjana pertanian yang ia dapatkan. Terlebih lagi Magi merasa bersalah kepada adiknya, Manu. Sebab sang ayah tidak akan menyekolahkan Manu ke perguruan tinggi karena tak mau anaknya menjadi lupa adat dan membangkang. Magi pun pulang. Dengan kenangan pahit yang membekas, ia berusaha membangun hidup yang baru.

Hingga sampailah pada waktu yang selalu dihindari Magi. Menikah. Bukan persoalan menikah yang dihindari, tetapi kenyataan dia hanya akan dilamar oleh Leba Ali, membuat kecamuk dalam hidup Magi yang sudah tenang. Kembali Magi menjalankan sandiwaranya. Kali ini sandiwara yang sangat gila. Dong terlalu gila untuk ko lawan. Maka Magi akan lebih gila.

Kegilaan Magi membuahkan hasil, meski juga meninggalkan jejak luka di tubuhnya. Melawan. Hanya itu yang ada di kepala Magi. Jikalau pun dia mati saat melawan, setidaknya dia tidak hanya bisa berpasrah pada keadaan. Hingga Leba Ali mendaparkan ganjarannya.

Magi Diela...

Bagiku Magi Diela adalah simbol perlawanan perempuan. Dia perempuan yang tangguh dan kuat...dan gila pastinya. Tetapi semua itu demi satu hal menegakkan keadilan bagi perempuan. Memutus rantai pemaksaan bagi perempuan. Memperjuangkan kebebasan. Bukan sekadar bebas bisa melakukan apa saja, tetapi bebas di sini jauh lebih dalam lagi maknanya. Mengikuti kisah Magi Diela dari awal hingga akhir membuatku melihat fakta perempuan di kehidupan sehari-hari. Bukan karena kita tidak melihatnya sendiri, lantas kejadian seperti Magi Diela tidak ada.

Di luar sana banyak perempuan yang bertaruh nyawa melawan ketidakadilan. Mungkin ada juga yang hanya sanggup berpasrah sebab tidak ada lagi daya untuk melawan. Menunggu pertolongan, entah datang dari mana. Bahkan mungkin kehilangan dirinya sendiri. Hidup tapi mati.

Akhir kata, jika kalian penasaran silakan dibaca. Tapi ingat, sebagian isi novelnya akan membuatmu merasa sakit, ngilu, mual, marah, dan hujan serapah. Jadi, hati-hati. Jika tidak kuat, baca saja ulasan yang ada.

You May Also Like

0 komentar