Baca Buku: Funiculi Funicula

by - Januari 07, 2022


Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) menjadi buku kedua yang aku selesaikan di awal 2022. Novel karya Toshikazu Kawaguchi sudah masuk wishlistku sejak beberapa bulan lalu. Sejak ramai diperbincangkan oleh para pembaca di litbase. Dari judulnya saja sudah menarik, ketika membaca sinopsisnya semakin tertarik untuk membacanya.

Novel ini bercerita tentang kisah melintasi waktu. Alkisah ada sebuah kafe bernama Funiculi Funicula yang terkenal bisa membawa seseorang ke masa lalu. Tetapi, hal tersebut memiliki beberapa peraturan yang harus ditepati. Hal paling utama yang harus diingat adalah kenyataan tidak akan berubah sekalipun seseorang berhasil kembali ke masa lalu dan memperbaiki keadaan. Kenyataan yang akan terjadi–di masa kini–tidak akan berubah. Selain itu, yang menarik adalah batas waktu. Seseorang yang kembali ke masa lalu harus menghabiskan kopinya sebelum dingin, itu adalah batas waktunya. Jika melewati batas alias kopinya sudah dingin, tamatlah riwayat orang itu.

Kisah di dalam novel ini terdiri dari empat bagian. Pertama, kisah sepasang kekasih: Fumiko-Goro yang menghadapi perpisahan. Kedua, kisah suami istri: Fusagi-Kotake, di mana Fusagi mengidap Alzheimer dan tak ingat terhadap istrinya. Ketiga, kisah kakak adik: Hirai-Kumi permasalahan keluarga yang membuat Hirai selalu menghindari Kumi. Terakhir kisah ibu dan anak: Kei yang nekad menuju masa depan, penuh ketidakpastian. Masing-masing tokoh memiliki alasan kuat untuk melintasi waktu.

Sebenarnya buat apa kembali ke masa lalu, jika kenyataan tidak akan berubah?

Pertanyaan atas fakta tersebut seringkali membuat bimbang para tokoh untuk kembali ke masa lalu. Belum lagi serentetan peraturan yang bisa dibilang tidak masuk akal, tetapi harus ditepati.

Serentetan peraturan itu sebenarnya apa saja  sih?

1. Kenyataan tidak akan berubah

2. Hanya bisa kembali ke masa lalu, jika duduk di kursi tertentu (kursi yang selalu diduduki wanita bergaun putih)

3. Hanya bisa menemui orang yang pernah mengunjungi kafe Funiculi Funicula. Selain itu percuma saja kembali ke masa lalu, tidak akan bertemu

4. Tidak boleh berpindah atau beranjak dari kursi itu saat sudah berada di masa lalu

5. Batas waktu: sebelum kopi dingin

Peraturan tersebut jelas membuat orang-orang yang ingin kembali ke masa lalu menjadi gentar. Bimbang. Ragu. Dan akhirnya tidak melakukannya. Kecuali untuk para tokoh dalam kisah novel ini. Mereka memiliki tekad yang kuat, meski tampak semuanya tidak akan berubah.

Ada Kazu, pelayan kafe sekaligus sepupu pemilik kafe, yang melayani pengunjung yang hendak pergi ke masa lalu. Ada ritual khusus yang harus dilakukan Kazu, yaitu menuangkan kopi hitam ke cangkir. Itu menjadi semacam portal menuju masa lalu. Kazu akan melakukannya dengan khidmat dan ekspresinya berubah dingin.

Selama membaca novel ini, aku menangkap ada tiga titik masa yang diceritakan. Masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tiga titik ini, dengan masa kini sebagai pusat, saling terhubung atau berkaitan. Di akhir kisah barulah disebutkan bahwa seseorang bisa pergi ke masa depan. Meskipun, hal itu kecil kemungkinan bisa terjadi, dibandingkan dengan pergi ke masa lalu.

Kembali ke pertanyaan awal. Jika kenyataan tidak akan berubah untuk apa kembali ke masa lalu?

Menemukan hati yang baru. Hal tersebut disadari oleh Kei di akhir kisah (tersendu tersedih menurutku). Sekalipun mereka yang telah kembali ke masa lalu tetap akan menghadapi kenyataan yang sama, tidak berubah, tetapi mereka menemukan hati yang baru.

Begitu juga bagi Kazu, ia percaya pada kekuatan hati seseorang dalam menghadapi kenyataan, sekalipun pahit, sekalipun tidak bisa mengubah masa lalu, jika masih ada hati yang tergerak untuk berubah, baginya kursi itu tetap istimewa.

Pada akhirnya, kisah para tokohnya menyadarkan kita bahwa apa yang bisa kita lakukan adalah menghadapi kenyataan yang ada. Meski terlihat sulit, penuh keraguan, dan mungkin juga ketidakpastian. Sebab pada kenyataannya tidak ada cara untuk kembali ke masa lalu, bukan? 

Bagiku novel ini masih tergolong bacaan yang ringan. Tidak begitu tebal hanya 224 halaman. Meski terjemahan, masih nyaman untuk dibaca. Mudah dipahami. Selamat membaca!

Seandainya ada kafe seperti Funiculi Funicula, akankah kalian ingin pergi ke masa lalu atau masa depan? Apa alasannya?


You May Also Like

0 komentar