Nonton Film: Ngeri Ngeri Sedap

by - Juni 15, 2022

Ngeri-Ngeri Sedap (2022) - IMDb
sumber: imdb.com

Ngeri-Ngeri Sedap merupakan film kedua garapan Bene Dion sebagai sutradara sekaligus penulis skenario. Dari awal melihat trailernya sudah langsung tertarik untuk menontonnya. Setelah rilis trailernya pun para pemain dan sutradara mulai wara-wiri untuk promo film. Berawal dari talkshow yang membahas penggarapan film, jadi tahu bagaimana awal ide cerita ini hingga bisa diangkat ke layar lebar. Semua bermula dari ide sang sutradara, Bene Dion Rajagukguk.

Sinopsis

Film ini mengisahkan keluarga Batak yang terdiri dari Pak Domu, Mak Domu, dan keempat anaknya, yaitu Domu, Sarma, Gabe, dan Sahat. Di dalam keluarga ini ketiga anak laki-lakinya tidak akur dengan bapak. Hal itulah yang menyebabkan mereka bertiga tidak pulang dari rantau sedangkan Sarma, anak perempuan satu-satunya, tinggal bersama Pak Domu dan Mak Domu. Sudah berbagai cara dicoba untuk membujuk mereka bertiga pulang, tetap saja nihil hasilnya. Hingga tercetuslah ide hebat ala Pak Domu agar anak-anaknya pulang mengingat sebentar lagi akan ada upacara adat di keluarga besar untuk Opung. Ide nan hebat itu adalah CERAI. Pak Domu dan Mak Domu memainkan sandiwara pertengkaran yang membuat Mak Domu ingin cerai. Lantas mendengar kabar ini ketiga anaknya pun mau tidak mau pulang. Mengingat adat mereka harus menyelamatkan keutuhan keluarganya.

Gimana kah filmnya?

Pertama pengambilan gambar di Danau Toba bagus bangetttt. Pemandangan Danau Toba dan bukit sekitarnya, cantik sekali lho! Ada satu scenen ketika satu keluarga ini pergi ke bukit. Tambah cantik pemandangannya. Ini baru dari kamera, gimana kalau datang langsung. Terbukti dari cerita pemainnya kalau keindahan di Danau Toba dan bukitnya = di Labuan Bajo. Boleh dicoba sebagai tujuan wisata.

Film ini memang bukan komedi meskipun pemainnya para komika. Luar biasa motivasi Bang Bene untuk membuat film ini, dia bilang ingin menunjukkan bahwa para komika ini juga bisa jadi aktor. Jadi jangan heran kalau sepanjang film ada komedinya tapi bukan dari para komika justru dari bapak mamak. 

Dengan latar keluarga Batak, kita diajak melihat sisi adat, kebiasaan, tradisi dan budaya yang kental di sana. Semacam kebiasaan bapak-bapak yang nongkrong di lapo sampai tengah malam sambil bersenandung. Lalu tentang perceraian yang dalam adat tidak boleh terjadi. Kemudian panggilan sapaan di Batak yang mesti tepat sesuai silsilah.

Film ini berhasil mengangkat realita yang terjadi di masyarakat luas meskipun berlatar keluarga Batak. Konflik anak dan orang tua, dalam hal ini bapak, yang tidak jarang atau sering terjadi di kehidupan banyak orang. Bapak yang keras cenderung menutup diskusi dua arah, kalau pun terjadi tetap terpusat pada apa yang dia inginkan. Mamak yang menjadi penghubung komunikasi anak dan bapak, juga bukan hal yang asing. Ada gengsi dalam bapak yang tidak mau berbicara langsung dengan anaknya. Di sini kita disuguhkan konflik semacam itu dan diberikan pula konklusi yang hangat.

Dari film ini dapat pelajaran untuk anak, orang tua, dan keluarga dekat. Menjadi orang tua itu bukan pekerjaan mudah. Anak berkembang orang tua juga berkembang, begitu yang disampaikan Opung. Ego dan gengsi bapak yang tinggi diturunkannya demi melihat kebahagiaan anaknya. 

Menjadi anak ketika sudah besar menentukan pilihan sendiri menjadi salah di mata orang tua, sebab tidak sesuai kehendak mereka. Kembali diingatkan tentang apa itu 'kebahagiaan' dari sudut pandang anak dan orang tua. Apa yang bagi anak itu 'kebahagiaan' ternyata susah diterima orang tua. Apa yang bagi orang tua 'tepat' untuk anaknya ternyata tidak demikian bagi anak.

Menjadi perempuan satu-satunya di keluarga dan anak kedua juga hal yang serba salah bagi Sarma. Dalam satu scene epic penonton dibuat terharu dan berlinang air mata melihat dan mendengarkan dialog panjang anak-anak ini, terutama saat Sarma berbicara. Adegan itu bisa dibilang puncaknya. Dari adegan itu didapatkan sebuah pengingat, "Kalau aku mikirin diri sendiri, lalu siapa yang mikirin kepentingan bapak sama mamak?!" Kadang kita terlupa pada apa kebutuhan orang lain saat fokus pada diri sendiri. Bahkan terjadi terhadap saudara sendiri. (Kak Gita aktingmu membuat orang berkaca-kaca hingga terisak.)

Aku acungkan jempol buat Bang Bene untuk ide cerita dan idealisme dia dalam film ini. Sebab uniknya, dia sudah membayangkan siapa yang akan main dalam filmnya sejak awal. Saat dapat ide ceritanya, dia tidak mau pemainnya diganti, kecuali untuk tokoh yang dia perankan. Hahaha dia sadar diri akan kemampuan aktingnya. Jadi, lebih baik diperankan Indra Jegel dan dia duduk di kursi sutradara. Dan hasilnya Bang Jegel bisa lho akting serius jadi si bungsu Sahat. Pilu mendengar dialog Sahat dan Bapak setelah puncak masalah, "harusnya aku dapat itu (pelajaran) dari bapak bukan orang lain."

Film ini berhasil memberikan tawa dan air mata dalam satu kisah dan keindahan Danau Toba yang memikat mata. Pada akhirnya sandiwara mamak bapak justru membuka 'ruang' yang baru bagi hubungan anak-bapak-mamak. Bang Bene, keren kali abang ini. Sukses untuk karya-karya selanjutnya.

You May Also Like

0 komentar