23

by - Juni 16, 2022

Usia delapan menjelang sembilan, circa 2008, pertama kalinya ikut lomba di sekolah. Lomba cipta dan baca puisi. Salah tema. Dari awal persiapan di sekolah diberi tahu temanya tentang Ibu. Saat lomba tiba, temanya ditentukan ada beberapa pilihan, dan tidak ada tentang Ibu. Jadilah membuat puisi dengan tema Pahlawan. Hasilnya, juara tiga kecamatan.

Usia sembilan, circa 2010, ikut lomba saat kelas lima, lomba siswa berprestasi. Setiap sekolah mengirimkan dua perwakilan: siswa putra dan putri. Aku berhasil masuk sepuluh besar, sedangkan temanku tidak. Di sepuluh besar banyak tahap lomba yang harus dijalani. Salah satunya, tahap ujuk bakat/ketrampilan kesenian. Ada yang menyanyi, menari, bermain alat musik, sedangkan aku memilih menyungging, bukan menyinggung, bukan juga menyungging senyum. Sebenarnya agak susah menyederhanakan kegiatan yang aku lakukan dalam satu kata. Karena merupakan rangkaian proses. Singkatnya aku memilih seni kriya/ketrampilan tangan. Seperti yang dikerjakan ayahku di rumah. Hasil dari lomba ini dengan penjumlahan seluruh nilai dari berbagai tahap, aku mendapat juara tiga putri, tingkat kecamatan. Juara 1 dan 2 kelak menjadi teman di satu SMP.

Usia sebelas, kelas enam, terakhir ikut lomba di SD. Aku dan dua kawan dekatku diikutkan lomba di bidang yang berbeda. Satu menggambar, satu membuat sinopsis dan satu mengetik cepat. Aku ingat awalnya dipilih untuk membuat sinopsis, entah apa aku jadi memilih mengetik cepat. Aku ingat betul, aku kalah, kalah mengetik cepat. Dua temanku berhasil mendapatkan juara. Satu di antaranya bahkan melaju ke tingkat kabupaten, untuk sinopsis cerita. Aku menangis. Di antara kekalahan yang pernah terjadi sebelumnya, itu kali pertama yang aku tangisi. 

Usia dua belas, circa 2011, masuk SMP favorit yang aku idamkan. Saat itu masih RSBI. Ada tes seleksi masuk. SMP bagiku gerbang untuk hal-hal baru. Duniaku lebih luas. Bertemu dengan teman baru. Aku masuk di kelas A, dengan 27 anak lainnya. Bersyukur bertemu kalian.

Usia tiga belas, circa 2013 (April-Mei), pengalaman tak terlupakan bagiku. OSN. Bertemu teman-teman yang pintar dari kabupaten/kota di Jawa Tengah. Pertama kalinya masuk asrama. Hanya untuk beberapa minggu memang. Sungguh takjub dengan diriku yang bisa sampai ke tingkat Nasional. Sebuah 'turun-temurun' kah dari tahun ke tahun? Merasakan euforia kemenangan Jawa Tengah sebagai juara umum. Aku...berharap bisa dapat medali, tapi semakin melihat saat ujian, semakin sadar diri. Senangnya bisa naik pesawat, pertama kali ke Batam. Sampai sekarang belum lagi, berpergian dengan pesawat.

Usia lima belas, lulus SMP masuk SMA. Banyak teman lama. Awalnya di SMP tidak sekelas, di SMA dipertemukan di kelas yang sama. Wajah-wajah baru juga menghiasi. Berpisah dari kawan dekat. Karena beda sekolah dan beda kelas tapi masih satu sekolah. MOS adalah tiga hari yang berjalan lambat dan mendung.

Usia delapan belas, hari yang sendu dan pilu. Selalu teringatkan: satu jiwa pergi, satu jiwa lahir. Masa menentukan pilihan, teringatkan kembali: jika ada dua pilihan baik bertemu, apapun yang kita pilih maka hasilnya sama baiknya. 

Usia dua puluh, sudah tidak berkutat dengan tugas kuliah. Bekerja. Asing rasanya. Ada penyangkalan, ingin lekas usai. Merasa tidak mampu. Overthink...

Usia dua puluh tiga, masih merasa delapan belas, bahkan kadang lima belas. Sejauh ini...sudah belajar menerima. Menjalani. Realistis. Tapi, ada pertanyaan yang butuh mikir untuk dijawab. Apa tujuanmu? Apa yang kamu kejar? Jawabannya masih bisa berubah seiring waktu. Semakin dewasa, disuguhkan banyak sudut pandang. Tetap saja, dari banyaknya sudut pandang, akan ada satu untuk semua. Maka lahirlah aturan. Aku rasa begitu. Menurutmu?


Jadi anggaplah ini sebuah milestone. Pengingat untukku. Untuk tahun-tahun ke depan, aku tidak bisa memprediksi masa depan. Jadi, menjalani saja dulu apa yang ada di sini. Tetapi, tetap harapan digaungkan.


You May Also Like

0 komentar