tumbuh besar

by - Januari 21, 2022

seperti pohon; mengawali dari bibit, akar menghujam tanah mencari hara, tumbuh daun kecil, batang menjulur panjang, perlahan kembang bermunculan warna di antara hijau, menghayati dengan tabah lahirnya buah hati, semua berjalan bersahabat dengan waktu.

manusia berasal dari benih dua insan; laki-laki perempuan, rahim ibu tempat ajaib semesta, detak kehidupan bermula, membesar seiring bulan berjalan. hingga waktu memisahkannya, lahir ke dunia, tempat nyaman tak lagi rahim ibu. 

bayi merah, menangis menjadi cakapnya, asi dan detak jantung ibu buaian ternyaman, aroma ibu telah menyatu dalam radarnya, gerlap dunia masih tak nampak, dalam bening matanya menangkap sinar penuh takjub, dari telinga mudanya suara masuk tanpa tapi, dibuai ia dengan lagu sayang.

belajar ia menegakkan kepala, patah-patah, tangan halusnya meraba sekitar, mengenali: kasar, halus, besar kecil, tajamnya duri. merangkak ia menyusuri sekitar, sebelum kakinya kuat menapak, nasi buah sayur menjadi kawan pagi siang sore, gigi putih satu dua berseri dalam senyum tawanya, mulutnya tak henti mengunyah. 

berkawan dengan waktu pelan-pelan, berdiri sudah bisa sendiri, berjalan ke sana kemari tiada henti, sekali-kali memacu diri berlari, tersandung jatuh menjadi ragam cerita hati-hati. mulai mengenali warna, menghitung semut di dinding, menirukan suara ayam di pagi hari, mengamati mengikuti orang dewasa, mengeja nama meski tak jelas, ibu atau mama menjadi kata pertama, diikuti ayah atau papa meski belum tepat, mulai mengerti ingin apa menyebut apa, akalnya hidup laksana lentera.

pelan-pelan ragam hati-hati sering dijumpai, satu menjadi dua menjadi tiga hingga tak terbilang, diam-diam mengangguk nyatanya enggan, sedikit tahu ragam hati-hati bisa dipilih, mulai kenal manisnya janji seiring usia dalam angka menanjak.

setiap fase masa yang dilewati ia membuka diri, akal pikir dan hati, berkawan dengan luka serta membasuhnya, warna warni dunia seperti kembang api, nyalinya diuji, harinya penuh teka teki.

remaja menjadi masa berkawan, miliki ikatan tanpa darah, sering berjumpa berbagi kata menjelma telepati, hari ini saling menepuk, esok lusa menghidari tatap, putaran hari membuatnya tertegun. mulai merasakan asmara, ada debaran tak biasa, ia duga itu cinta, dan itu salah satu ragam hati-hati, lantas menjadi ragam tidak, ia sisipkan wajah rupawan dalam malamnya, membuat mimpi sendiri.

cemas pada masa depan menghinggapi tidurnya, pertanyaan silih berganti, seperti bayangan tak kasat mata berkelebat di kepala, putaran harinya meninggalkan belasan, hari-harinya tidak lagi gegap gempita, banyak tawa tertahan, rupa-rupa duka disimpan dalam dasar, yang ada hanya rupa-rupa suka hampa. 

prasangka memenuhi kepala, bagaimana jika dan kawannya, berkenalan ia dengan benci, gagal memahami menjadi bumerang, dasar hatinya bergemuruh, alunan yang bergema selalu sendu, kehampaan menghampiri, dalam sunyi sendiri ia mencari arti: hidup. 

berkawan dengan luka sudah biasa, menjadi korban sendiri, ekspektasi dan pencapaian dunia dia telan, hingga bisa meninggalkan kata: muak. 

dia belajar lagi-lagi-dan lagi, seperti pohon. proses berkawan dengan waktu, berkawan dengan sabar, berkawan dengan percaya, berkawan dengan lapang dada, dan ia mencoba.

membasuh luka dengan tawa, sebuah upaya menertawakan diri, mengizinkan emosi bertamu tepat waktu, menata kembali diri.

dia masih berjalan, bertahan dan belajar, mencoba percaya pada semesta, masa depan yang tak terkira, dirinya terlahir menjadi buah atau kembang atau daun atau batang atau akar bermuara pada satu: memiliki arti.

You May Also Like

0 komentar