Nonton Film: YUNI

by - Desember 27, 2021

sumber: google

YUNI. Film terbaru garapan sutradara perempuan ternama Indonesia, Kamila Andini. Dari awal, sejak Mbak Kamila mengumumkan project film barunya ini aku sudah langsung tertarik, akan seperti apa film ini nantinya. Akhirnya, YUNI resmi tayang mulai tanggal 9 Desember 2021 di bioskop.

YUNI berkisah pada kehidupan Yuni seorang gadis remaja di bangku SMA yang harus menghadapi lamaran terhadap dirinya. Dia dihadapkan pada pilihan untuk menerima lamaran atau melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, mendapatkan kebebasan. Pergulatan batin Yuni semakin menjadi-jadi saat ia sudah menolak dua lamaran dan kedatangan lamaran ketiga, yang mana ada pamali di lingkungannya, "tidak baik menolak lamaran lebih dari dua kali, jodohnya nanti akan sulit". 

Kegundahan yang dirasakan oleh Yuni -berkaitan dengan masa depannya- mampu mewakili banyak remaja di usia yang sama, menjelang kelulusan. Saat Yuni bilang dia tidak ingin menerima lamaran dari laki-laki kedua, dia bingung jika ditanya "mau jadi apa?". Pertanyaan "mau jadi apa?" seharusnya mudah untuk dijawab. Tetapi kenyataannya sulit sekali menjabarkan jawabannya. Satu yang jelas Yuni tidak mau masa depannya suram.

Sepanjang film kita diajak menyelami emosi pergulatan batin yang dialami Yuni sebagai remaja perempuan. Kenyataan kehidupan berumah tangga yang tidak manis, pahit dan berat menjadi awal Yuni memutuskan untuk tidak terjerumus di situasi yang sama. Pengalaman ini dia dapatkan dari kisah Teteh Suci. Darinya Yuni bisa merasakan kebebasan berekspresi.  

Film ini sangat menyoroti budaya pernikahan dini yang masih ada di masyarakat, terutama pedesaan. Lingkungan tempat tinggal Yuni bisa dibilang tidak terpecil atau pedalaman, karena sudah mengenal teknologi. Tetapi, orang tua di sana masih cenderung memilih untuk menikahkan anaknya dibanding memberikan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari dialog Bu Lis dan Kepala Sekolah di sekolah. Meskipun demikian, pemikiran tersebut tidak bagi orang tua Yuni. Justru kedua orang tua Yuni mendukung keputusan Yuni jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Saat datang lamaran kepada Yuni pun orang tuanya tidak lantas memutuskan bagaimana Yuni seharusnya. Keputusan ada di tangan Yuni.

Selain harus menghadapi rumit dan kerasnya hidup, Yuni digambarkan sebagai sosok yang sangat menyukai warna ungu. Gara-gara itu ia kerap mendapat masalah dengan temannya, sebab jika ada benda berwarna ungu hilang, Yuni yang jadi tersangkanya. Tone warna ungu di film ini bisa memberikan filosofi tersendiri. Ungu menjadi lambang sebagai upaya perempuan untuk bisa bebas memperjuangkan haknya. 

Dalam film, selain Yuni dan ungu, penggunaan bahasa Jawa Serang (Jaseng) menarik perhatian. Jarang rasanya penggunaan bahasa lokal dalam film nasional. Bisa dibilang penggunaan bahasa Jaseng merupakan salah satu cara Mbak Kamila memperkenalkan budaya Serang ke khalayak umum. Menurutku ini memberikan warna tersendiri untuk film Indonesia. Dan satu lagi yang menarik adalah adanya puisi-puisi Eyang Sapardi Djoko Damono. Menjadikan film ini ada nuansa puitisnya.

Harapannya dengan adanya film Yuni, masyarakat lebih terbuka pandangannya. Bahwasanya praktik pernikahan dini haruslah dicegah. Pandangan terhadap perempuan pun bisa lebih terbuka luas bersamaan dengan kesempatan bagi perempuan mengambil peran dan keputusan atas hidupnya. Tidak lagi sesempit perempuan hanya sebatas, dapur, kasur dan sumur. Anak perempuan  berhak mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi.

You May Also Like

0 komentar