Perjalanan Gilimanuk–Ketapang
Sesampainya di Pelabuhan Gilimanuk kami melewati petugas pengecekan Sertifikat Vaksinasi Cov-19. Selanjutnya kami nggak tahu akan ke mana, hahaha. Jadi, jalan saja terus. Sepanjang kami berjalan kaki ditanya mau ke mana dan ditawari kendaraan ke kota. Kami mau jalan saja.
dok pribadi Begitu berjalan ke arah luar pelabuhan, kalian akan menemukan Taman Siwa. |
Berjalan di bawah teriknya matahari siang, tanpa tahu arah dan tujuan, hahaha, lantas kami menemukan spot untuk beristirahat. Letaknya masih satu deretan dengan pelabuhan, tepat sebelum gerbang pintu masuk kendaraan. Pantai kecil, atau kalau di maps lokasi ini bernama: Green Bay Gilimanuk. Tidak terlalu berombak, pasirnya hitam, dan berbatasan langsung dengan Pelabuhan Gilimanuk. Di tempat ini hawanya teduh, karena banyak pepohonan rindang. Dan banyak orang berjualan beraneka makanan dan minuman. Bisa menjadi pilihan tempat santai yang hemat di kantong. Tidak harus ke pantai yang luas, cukup duduk-duduk di tepian sini sudah bisa menikmati air laut dan suasana like in a beach.
dok pribadi Penampakan tepi pantai dekat Pelabuhan Gilimanuk |
Nah, ada cerita yang lucu dan lugu ya. Kami mengecek google maps dan tidak disangka lokasi Tanah Lot dekat sekali dengan Pelabuhan Gilimanuk. Kami yang naif, pertama kali ke Bali saat karya wisata SMP, sudah 9 tahun lalu, percaya kalau itu benar Tanah Lot yang dulu kami kunjungi. Selintas di ingatanku juga, selepas sampai di Pelabuhan Gilimanuk rombongan karya wisata menuju Tanah Lot. Saat itu masih pagi mungkin sekitar pukul 5 atau 6 pagi. Berbekal ingatan samar-samar itu, kami percaya kalau Tanah Lot memang dekat dengan Pelabuhan Gilimanuk. Berjalanlah kami berdua mengikuti petunjuk google maps. Menyusuri gang demi gang yang setiap rumah yang kami lewati kental bernuansa adat. Ada pura kecil atau tempat meletakkan sesaji di setiap rumah dan gerbang rumah yang berornamen khas rumah adat Bali. Suasananya juga sepi, mungkin karena siang hari yang terik. Jika biasanya ada kucing yang berjalan-jalan di sekitar rumah atau tiduran di pinggir jalan, kali ini kami bertemu dengan anjing. Agak takut-takut juga kalau nanti dikejar. Untung cukup tenang dan percaya diri setiap lewat di depan anjing yang sedang tidur siang.
Setelah melewati satu gang, dua gang, melewati perempatan, belok kanan kiri, kami mulai merasa ada yang salah dengan google maps ini. Benar saja, ketika berjalan ke gang sempit–yang dari ujung gang terlihat pantai yang sebelumnya kami singgahi–ada pemuda yang membawa layangan di belakangnya ada beberapa anak kecil, menegur kami, "Mau ke mana, Kak?". Kami yang masih yakin pergi ke Tanah Lot menjawab, "Mau ke Tanah Lot. Nggak bisa lewat sini, ya?" Pemuda itu menyahut, "Nggak bisa, lewat sana." sambil menunjuk ke arah jalan utama. Sadarlah kami tersesat, eh lebih tepatnya salah tujuan dan jalan. Sebab ada rasa malu juga, kami segera mengucap 'terima kasih' dan berjalan berbalik arah menuju kompleks perumahan. Saat itu terdengar anak kecil yang menyeletuk ke pemuda tadi, "Mereka tersesat ya?" Benar sekali, dek.
Mengingat juga waktu sudah mulai masuk jam 12 siang, kami memutuskan untuk mencari masjid terdekat. Alhamdulillah ada masjid yang dekat. Ya, lumayan menghasilkan keringat, sih. Letak masjidnya juga dekat dengan Indomaret, di pinggir jalan raya. Di perjalanan ke masjid kami masih terheran dengan lokasi google maps yang ngawur dan betapa naifnya kami. Masih ada terselip rasa penasaran juga sebenarnya, tempat itu apa. Hahaha. Pantaslah kok sepi sekali jalanannya, kalau benar Tanah Lot harusnya kan ramai pengunjung.
Sesampainya di masjid jam di tangan menunjukkan pukul 10 lebih beberapa menit. Sedangkan di ponsel satu jam lebih cepat. Agak kaget juga, kemudian sadar lagi kalau zona waktu ikut WITA. Kami duduk-duduk santai, melemaskan kaki dan mendinginkan badan sembari menunggu azan Zuhur. Cukup lama kami ngadem (sambil mengisi daya ponsel) di Masjid Al Mubarok. Masjidnya tergolong besar dan bersih. Letaknya yang tepat di pinggir jalan utama, memudahkan bagi para wisatawan yang hendak menunaikan ibadah sholat.
Setelah beristirahat yang cukup di masjid, kami mulai lapar dan memutuskan makan siang di warung ayam seberang jalan masjid. Sebelum ke sana kami pergi Indomaret dulu membeli tissu. Karena tujuan awal hanya menyeberang ke Gilimanuk tanpa tahu wisatanya apa, kami hanya berjalan-jalan di sekitar pelabuhan saja. Plus tidak membawa kendaraan pribadi jadi mobilitas terbatas. Dan di daerah Pelabuhan Gilimanuk tergolong sepi, mungkin karena objek wisata memang bukan di sini. Atau kebetulan saja saat kami mampir ke sana sedang sepi.
Kami lanjut makan siang yang sederhana dan hemat di kantong. KFC versi lokal, alias nasi ayam krispi. Hahaha, maklum budget sangat 'cukup'. Sembari makan dan istirahat (lagi) tidak terasa waktu berjalan cepat dan cuaca yang awalnya terik berubah agak mendung. Mungkin sekitar jam setengah tiga atau tiga kurang seperempat (aku lupa) kami kembali berjalan menuju pelabuhan. Gerimis pun mengiringi langkah kecil kami. Jadilah kami berpayung satu untuk berdua. Kembali menyusuri gang rumah warga.
Singkat cerita kami sudah sampai di pinggir pantai dekat pelabuhan. Saat siang kami ke sana ramai orang-orang yang bersantai dan nongkrong, sore kami mampir ke sana sepi. Hanya menyisakan para penjual makanan dan minuman dan beberapa pengunjung saja. Karena sudah sepi dan cuaca tidak panas, its time to take photoshoot!
dok pribadi Masih di tepi pantai sebelah Pelabuhan Gilimanuk |
dok pribadi Tampak ada asap karena ada yang bakar sampah |
dok pribadi Partner beneran jalan-jalan |
Sebenarnya banyak foto (kami berdua), tapi nggak untuk dibagikan banyak di sini.
Sesi photoshoot di tempat ini sangat cukup sekali untuk menunggu sampai mendekati jadwal tiket menyeberang ke Ketapang. Nggak terasa sih sudah hampir pukul 4 sore. Tiket kami terjadwal pukul 16.00–17.00 WITA. Sudah puas berfoto-foto kami berjalan menuju ke pelabuhan. Nah, ini pun salah masuknya. Harusnya lewat gerbang depan, tapi kami malah masuk lewat gerbang masuk truk. Untungnya petugas di sana sigap memberitahu kami harus lewat gerbang yang mana.
Proses untuk naik kapal sama seperti sebelumnya. Pesan tiket melalui ferizy.com, lalu bayar menggunakan e-wallet atau virtual account. Nah, jika sebelumnya aku bayar dengan virtual account, untuk pemesanan kedua aku bayar menggunakan OVO jadi kena biaya admin sedikit saja. Setelah itu kami cetak dulu tiket dengan scan barcode tiket yang sudah dipesan. Kemudian scan barcode tiket (yang sudah tercetak) di pintu masuk menuju ruang keberangkatan. Sudah deh, kami tinggal menuju kapal yang bersandar.
Lagi-lagi dengan ke-awam-an kami, nggak tahu ke mana arah tangga menuju kapal, saat diberitahu oleh seseorang (yang entah porter atau 'orang' pelabuhan) kapal yang segera berangkat, kami bingung. Bukan bingung, bimbang tepatnya karena masih pukul 16.00 WITA sedangkan nantinya kami sampai di Pelabuhan Ketapang waktu akan mundur satu jam. Jadi sama saja, berangkat pukul 16.00 WITA sampai di Ketapang pukul 16.00 WIB.
Akhirnya kami tetap menuju kapal yang akan berangkat lebih dulu. Kapal yang kami menuju Pelabuhan Ketapang lebih besar dari sebelumnya. Terlihat dari jumlah bangku yang berderet di ruang penumpang. Jika di kapal sebelumnya masih ada semacam beranda, di kapal ini tidak ada. Jadi full ruang penumpang saja di badan kapal bagian tengah. Ada anjungan kapal di atas luasnya juga beda dari anjungan di kapal sebelumnya.
Karena sudah lelah juga, jadi kami hanya duduk-duduk saja di ruang penumpang. Kebetulan ramai oleh serombongan penumpang. Semacam acara dari tempat kerja begitu, pikirku.
Kapal berlayar sekitar pukul 16.30 WITA. Dengan estimasi perjalanan sekitar 45 menit, maka kami akan sampai di Pelabuhan Ketapang pukul 16.15 WIB. Aneh juga ya. Merasakan pukul 4 sore lebih lama. Hahaha.
Sudah bosan duduk-duduk saja di ruang penumpang, kami naik ke anjungan kapal. Cuaca cerah tetapi tidak panas. Suasana sore yang syahdu begitu, kurang sunset saja. Berikut hasil foto-foto di anjungan kapal.
dok pribadi Gunung dan kapal di kejauhan dan birunya lautan |
dok pribadi Kapal di lautan |
Perjalanan sore di kapal berakhir dengan bersandarnya kapal di dermaga Pelabuhan Ketapang. Yey, liburan telah usai. Hahaha.
Sesampainya di Pelabuhan Ketapang cuaca sore plus mendung seperti saat kami sampai di pagi hari. Ternyata memang habis hujan. Karena kereta menuju Jember masih pukul 18.15 WIB dan kami tiba di pelabuhan pukul 16.15 WIB, kami memutuskan beristirahat di Indomaret Point. Di Indomaret Point kami beli minuman: Choco Leci untukku dan Kiwi Punch untuk Puspa. Kami duduk santai sampai pukul 16.45 WIB.
Kami kembali berjalan kaki menuju Stasiun Ketapang di sore hari. Saat tiba di ruang tunggu keberangkatan ternyata sudah ramai. Tetapi belum seramai seperti saat kedatangan. Sudah pukul 17.00 tetapi petugas belum mengizinkan kami boarding. Padahal sepengalamanku naik kereta satu jam sebelum keberangkatan sudah bisa boarding. Entah ini SOP-nya yang benar yang mana. Kami baru bisa boarding sekitar setengah enam sore.
Karena tidak ingin kursi diserobot penumpang lain, maka kami sudah menyiapkan strategi: cepat masuk gerbong. Momen menunggu Kereta Pandanwangi siap inilah kami baru tahu ada penumpang tanpa kursi tetap bisa naik, ada tiketnya juga. Karena kebetulan penumpang yang duduk di kursi sampingku saat menunggu kereta, dia dapat tiket tanpa tempat duduk. Pesannya juga melalui KAI Access. Puspa juga mendengar hal serupa dari obrolan penumpang di belakang kami.
Sesuai dengan strategi, begitu kereta memasuki jalurnya, kami segera bergegas menuju gerbong dan kursi sesuai tiket: gerbong 2 kursi 3DE. Yup, berhasil dapat. Setelahnya kami sudah lelah dan lelap tertidur.
Kami sampai di Stasiun Jember pukul 20.45 WIB. Usai sudah perjalanan Ketapang–Gilimanuk yang singkat bersama Puspa.
dok pribadi Hasil foto dengan Instax Camera |
dok pribadi Partner perjalananku dan matahari sore di Selat Bali |
0 komentar